Dunia yang kita huni tengah berpacu dengan waktu untuk sekedar mengurangi laju bersama menuju katastrofi.
Dalam sebuah kesempatan diskusi online di bulan Maret tahun 2023 ini, sejarawan Yuval Noah Harari menyebut bahwa dunia tidak lagi punya banyak waktu untuk menemukan kembali atau menata kembali cara kita ber-hidup di dunia ini agar tidak semakin merusak alam dengan cepat. Sementara, tidak ada cukup kehendak politik secara global untuk sedikit mengubah arah kebijakan publik agar menanamkan setidaknya 2 persen dari PDB untuk perubahan menuju preferensi hidup yang lebih berpihak dan bersahabat dengan alam. Harari masih menaruh harapan bahwa teknologi menjadi satu-satunya sumber daya yang memungkinkan kemanusiaan menemukan terobosan agar kiamat tak lekas terjadi dan umat manusia diberi jeda yang penting untuk menata kembali kehidupan di alam ini.
Banyak inovator teknologi global mulai sadar betul akan urgensi ini dengan mencoba menerawang kaca benggala dunia
dari sisi teknologi dalam 1 dekade ke depan seraya berpijak pada tren yang
tengah terjadi di industri dan matra kehidupan, seperti manufaktur, gaya hidup,
kota cerdas dan teknologi terbarukan. Mereke mengirim
pesan serupa bahwa secara teknologis, dunia digital kita tengah didera kebuntuan
karena tidak ada terobosan teoretis yang berarti dan memungkinkan lompatan-lompatan
baru yang merevolusi industri.
Singkatnya, di satu sisi, ada harapan besar bahwa inovasi dan invensi teknologi baru dan di sisi lain ada komitmen untuk memecah kebuntuan. Namun apakah itu cukup?
Latar itu menjadi kanvas untuk menjawab
pertanyaan: Mengapa dunia digital perlu lebih reflektif. Penyelaman dan
pencarian digital perlu lebih mengedepankan sumbangan eksistensial digital bagi
kemanusiaan. Pertanyaan reflektif dalam berdigital terkait makna eksistensial
setiap perkembangan digital menjadi penting dan niscaya sebagai bagian utama dari
kebijaksanaan digital. Tugas ini menjadi lebih mendesak di tengah kebangkitan
kecerdasan artifisial beserta penerapannya di berbagai aspek kehidupan yang
justru menerangi kenyataan bahwa kita tidak cukup dalam menerangi misteri
kemanusiaan kita.