Untuk pertama kali dalam kurun beberapa tahun terakhir, pertumbuhan pengapalan smartphone pada tahun 2015 melambat menjadi 'hanya' sebesar 9.8 persen dibanding tahun lalu, atau sebesar 1,43 milyar unit. Pelambatan terjadi di wilayah Asia Pasifik, Amerika Latin dan Eropa Barat, menurut laporan survei perusahaan riset pasar IDC baru-baru ini.
Sebagaimana dilansir portal teknologi Wired.com, yang menarik disimak di sini adalah perubahan dinamika pasar smartphone di Tiongkok. Tiongkok memiliki sepertiga penjualan smartphone dunia, dan sekarang ini, pasar smartphone di Tiongkok sudah jenuh dan pertumbuhannya stagnan. Tidak ada lagi pasar bagi pembeli pertama. Yang ada adalah pasar untuk pembeli yang mau naik kelas membeli smartphone yang lebih canggih dan bagus.
Demam upgrade smartphone itu rupanya tengah terjadi pula di negara lain di luar Tiongkok sekarang ini, termasuk Indonesia.
Artinya? Meskipun penetrasi smartphone Indonesia masih relatif rendah, yaitu antara 43 persen dari total populasi 250 juta penduduk pada tahun ini, dibanding 28 persen pada tahun lalu, menurut laporan Google dan TNS, pemakai smartphone bukan lagi pemakai pertama, melainkan pemakai smartphone kedua, ketiga dan seterusnya.
Tahun ini, pusat pertumbuhan smartphone justru berada di pasar Timur Tengah dan Afrika yang mencetak pertumbuhan pengapalan smartphone hingga 50 persen.
Menurut IDC, ke depan, smartphone murahan mungkin akan tetap menjadi primadona di pasar-pasar yang belum terlalu jenuh. Sedangkan, di pasar yang lebih maju, pembuat smartphone akan lebih termotivasi untuk mendorong penjualan smartphone lewat skema cicilan ataupun program penukaran atau upgrade.
Saya langsung teringat beberapa smartphone murah di rumah yang sudah saya pensiunkan sejak beberapa tahun terakhir: gadget Esia, Nokia, Sony Ericsson, Samsung, gadget Flexi, Blackberry, Cross, Nexian. Saya rasa smartphone itu akan semakin turun nilai ekonomis dan fungsionalnya ke depan dengan hadirnya smartphone keluaran terbaru dalam berbagai merek.
Seorang teman bercerita bahwa ia baru saja memensiunkan iPhone 4-nya karena i-Phone yang baru saja ia pakai selama beberapa bulan itu performanya sangat mengecewakan. Selain lambat, iPhone keluaran lama itu juga kehilangan beberapa fitur, termasuk fungsi keypad angka.
Saya tidak bisa membayangkan berapa banyak onggokan smartphone yang dimiliki orang lain sekarang ini, dan bagaimana nasib smartphone jadul yang tidak terjual? Jual murah pun mungkin tak laku karena pembeli sudah mulai 'tahu barang'. Untuk hadiah doorprize? Tentu pemberi door prize akan malu sendiri kalau memberi barang rongsokan.
Nah, saya rasa ke depan, pemakai smartphone sadar bahwa membeli smartphone tidak lagi sekedar murah, namun mereka mencari fitur yang lebih canggih dan performa yang lebih bisa diandalkan.
Karena itu, kalau ada yang mau berbisnis jual beli smartphone murah di Indonesia, sebaiknya mereka segera berpikir ulang!