Pemerintah mengeluarkan Paket
Kebijakan Ekonomi Keempat pada Kamis, 15 Oktober 2015. Paket keempat ini
berkaitan dengan sistem pengupahan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit
ekspor.
“Ketiga paket kebijakan hari ini
mudah-mudahan ditangkap masyarakat dan pelaku usaha dan membuka lapangan kerja
seluas-luasnya,” ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung di Kantor
Presiden.
Peningkatan Kesejahteraan Pekerja
Menteri Koordinator bidang
Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja
merupakan unsur penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
“Negara harus selalu hadir meningkatkan kesejahteraan pekerja,” ucap Darmin.
Bentuk kehadiran negara itu, kata
Darmin, dalam pemberian jaring pengaman (safety net) melalui kebijakan
upah minimum dengan sistem formula untuk memastikan pekerja/buruh tidak jatuh
ke dalam upah murah, sehingga upah buruh naik setiap tahun dengan besaran kenaikan
yang terukur.
Selain itu, negara hadir dalam
pengurangan beban pengeluaran hidup melalui kebijakan-kebijakan sosial
seperti pendidikan, jaminan sosial via BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan,
perumahan buruh dan MBR, transportasi buruh dan transportasi massal, hingga
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa diakses oleh pekerja dan korban PHK.
“Kebijakan ini memastikan perlindungan negara terhadap kebutuhan dasar pekerja
dan masyarakat pada umumnya,” ujar Darmin.
Negara juga hadir dalam bentuk
pembinaan dan pengawasan terhadap berlangsungnya dialog sosial bipartit antara
pengusaha dengan pekerja. Dialog sosial bipartit adalah kunci utama
kesejahteraan pekerja.
Pemerintah saat ini telah berhasil
menyelesaikan RPP Pengupahan, setelah sulit mencapai kesepakatan dan telah
memakan waktu sekitar 12 tahun. “Kebijakan Pengupahan dalam RPP yang diumumkan,
diarahkan untuk pencapaian penghasilan dan penghidupan yang layak yaitu Upah
minimum, Upah Kerja Lembur dan upah yang kegiatan yang dilakukan diluar
pekerjaannya serta pembayaran pesangon,” ujar Darmin.
Salah satu materi penting dalam
pengaturan RPP Pengupahan adalah mengenai formula perhitungan upah minimum.
Formula penghitungan upah minimum tahun berikutnya adalah upah tahun berjalan
ditambahkan dengan upah tahun berjalan dikalikan dengan hasil penjumlahan
inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Rumusnya itu adalah sebagai berikut UMn = UMt
+ {UMt x (% Inflasit + % ∆ PDBt)}
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri
memberikan contoh tentang cara pengupahan minimum. Misalnya upah minimum di DKI
Jakarta Rp. 2,7 juta. Jika inflasi 5 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen
berarti total adalah 10 persen. Jadi tinggal mengalikan Rp. 2,7 juga kali 10
persen hasilnya Rp. 270 ribu. maka upah untuk 2016, Rp. 2,7 juta ditambah 270
ribu. “Konsep ini memberi kepastian betul kepada pekerja bahwa upah naik tiap
tahun dan kepastian bagi dunia usaha karena masalah pengupahan dapat
diprediksi,” ucap Hanif.
Pada saat PP ini berlaku, upah
minimum provinsi yang masih dibawah Kehidupan Hidup Layak (KHL), Gubernur wajib
menyesuaikan UMP sama dengan KHL secara bertahap paling lama 4 (empat) tahun
sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan, Pengusaha yang belum menyusun dan
menerapkan struktur dan skala upah, wajib menyusun dan menerapkan struktur dan
skala upah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini paling lama 2 (tahun) tahun
terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Hanif menjelaskan bahwa baseline yg
dipakai adalah upah minimum yang berjalan. “Upah minimum yang berjalan
merefleksikan kebutuhan hidup layak yang sudah dilakukan kajian oleh dewan
pengupahan di dawrah pada thun kemarin,” ujar Hanif.
Di Jakarta misalnya, UMP adalah Rp.
2,7 juta dan angka KHLnya 2,5, jadi ketika dipasang upah minimum Rp. 2,7 juta
artinya sudah melampaui KHL. Ada delapan provinsi yang belum mencapai 100
persen KHL.”Terhadap daerah-daerah yang belum 100 persen mencapai KHL, kita
wajibkan Gubernur untuk membuat road map dalam waktu empat tahun agar
menyelesaikan pencaiapan KHL di daerah masing-masing,” kata Hanif.
Dengan demikian di tahun kelima
sudah tidak ada lagi yang di bawah KHL. Evaluasi KHL dilakukan setiap lima
tahun sekali. “Kenapa lima tahun sekali? Karena survei BPS perubahan pola
konsumsi masyarakat berlangsung rata-rata lima tahun sekali,” ucap Hanif.
Kebijakan KUR yang Lebih Murah dan
Meluas
Mempertimbangkan KUR penting untuk
menggerakkan ekonomi kerakyatan dan meningkatkan wirausahawan, khususnya pelaku
usaha mikro dan kecil dalam kegiatan usaha produktif, Pemerintah memutuskan
untuk meluncurkan kebijakan peningkatan dan perluasan KUR. Mengingat beban
biaya dan risiko usaha yang masih tinggi saat ini, maka KUR yang disalurkan ke
depan diberikan subsidi bunga yang lebih besar disertai penjaminan.
“Sebagaimana telah diumumkan sebelumnya, bahwa tingkat bunga diturunkan dari
sekitar 22% menjadi 12%. Selain itu cakupan penerima KUR perorangan dan
badan usaha yang diperluas,” ucap Darmin.
Untuk memenuhi tujuan peningkatan
KUR tersebut di atas, dilakukan Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit
Usaha Rakyat antara lain, selain memuat aspek lainnya, mengatur perluasan KUR
sebagai berikut:
-Penerima KUR adalah
individu/perseorangan atau badan hukum yang meliputi:
-Usaha mikro, kecil, dan menengah
yang produktif;
-Calon Tenaga Kerja Indonesia yang
akan bekerja di luar negeri;
-Anggota keluarga dari
karyawan/karyawati atau TKI yang berpenghasilan tetap; dan
-Tenaga Kerja Indonesia yang purna
dari bekerja di luar negeri.
Pertumbuhan kredit perbankan
cenderung melambat dalam satu tahun terakhir. Pada pertengahan tahun 2014,
pertumbuhan tahunan kredit masih sebesar 16,65% yang selanjutnya turun menjadi
11,6% pada akhir tahun 2014 dan 10,4% pada akhir semester I 2015. Kecenderungan
tersebut juga terjadi pada kredit UMKM yang hanya tumbuh sebesar 9,2% (yoy)
pada akhir Juni 2015. Kecenderungan perlambatan penyaluran kredit tersebut
terkait dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pelaksanaan KUR telah
berjalan baik. Jumlah peserta KUR telah mencapai 270.127 debitur dengan
penyaluran kredit Rp 4.386.549 juta per 8 Oktober 2015. Akumulasi dari tahun
2007 sampai dengan per 5 Oktober 2015 telah tersalurkan kredit kepada
12.646.054 debitur dengan total Rp 183.23 triliun.
Mendorong Ekspor Untuk Mencegah PHK
Menteri Keuangan Bambang
Brodjonegoro mengatakan bahwa pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia ingin memberikan dukungan kepada usaha kecil menengah yang
berorientasi ekspor maupun terlibat pada kegiatan yang mendukung ekspor. “Dan
juga kita ingin agar UKM tersebut selain tetap memproduksi produknya untuk
ekspor dan mendukung ekspor, juga tidak mem-PHK karyawannya,” kata Bambang.
Untuk itu pemerintah akan memberikan
semacam kredit modal kerja kepada UKM dengan tingkat bunga yang lebih rendah
dengan tingkat bunga komersial, dan diutamakan untuk perusahan padat karya dan
rawan PHK tetapi mempunyai kegiatan ekspor atau terlibat dalam kegiatan ekspor.
“Jadi mungkin tidak melakukan ekspor langsung, tapi UKM itu merupakan supplier
dari input atau bahan yang kemudian dipakai oleh produsen berikutnya dalam
melakukan ekspor,” ujar Bambang.
Sejauh ini, kata Bambang, LPEI sudah
melakukan pemetaan di seluruh Indonesia dan terdapat 30 perusahaan yang
potensial atau akan diberikan kredit modal kerja tersebut. Tentunya kredit
modal kerja tersebut diberikan sebagai pendamping dari kredit atau pinjaman
yang sedang dimiliki oleh perusahaan atau UKM tersebut terhadap lembaga
perbankan lain atau LPEI.
Besaran pinjaman yang diberikan
maksimum Rp. 50 miliar per perusahaan dan kebutuhan dengan total kebutuhan
pembiayaan sebesar Rp. 696 Miliar. “Jenis komoditas yang akan dibantu adalah
furniture, barang-barang dari kayu, handicraft, tekstil dan produk tekstil,
perikanan kelautan, alas kaki, hasil pertanian dan perkebunan,” ujar Bambang.
Daerah di mana perusahaan itu
berlokasi ada di Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara, Ambon dan Papua. Yang penting lagi, kata Bambang, kalau kita lihat
jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh perusahaan-perusahan tersebut berada
di kisaran 50 – 5.520 orang. Jika dijumlahkan berpotensi menyelamatkan karyawan
sebanyak kira-kira 27.000 orang dari ancaman PHK, karena perusahaan tersebut
dibantu dengan kredit modal kerja yang bersubsidi dari LPEI. “Jadi
intinya kebijakan ini tujuannya adalah untuk tetap mendorong ekspor, berpihak
pada UKM dan menjaga agar saudara-saudara kita yang bekerja pada UKM tersebut
tidak mengalami PHK,” kata Bambang.