Suka tidak suka dunia terus berlari dan tak mau menunggu. Terutama, sekarang ini dalam hal teknologi informasi. Gadget baru yang silih berganti diluncurkan sudah menjadi tontonan yang banal dan cepat basi.
Kecuali pedagang atau fanatik merek tertentu, orang akan dibuat bingung jika di depannya dijajarkan gadget yang serupa meskipun keluaran dari merek yang berbeda. Jangan kan menanyakan apakah jenisnya, mereknya apa saja mungkin tidak segera bisa dijawab.
iPhone, Samsung, Blackberry (menyebut Nokia saja sudah langsung berasa menjadi dinosaurus!), sudah mulai susah dibedakan dengan kemunculan Xiaomi, Oppo, HTC, Advan atau apapun yang sekarang berebut bermunculan.
Kita belum bicara mengenai kemampuan gadget dan harga. Harga bisa menjadi relatif. Suatu produk yang tiga tahun lalu seharga 7.5 juta rupiah, sekarang ini kemampuannya setara, bahkan di bawah produk yang dibanderol 1.8 juta rupiah. Secara hitung-hitungan bisnis, tentu susah kenyataan itu sulit dicerna dengan akal sehat, bagaimana hanya dalam waktu yang singkat harga gadget bisa sangat jatuh, 'hanya' karena teknologinya sudah digantikan dengan versi terbaru.
Perubahan yang begitu cepat tentu meninggalkan orang-orang yang tidak segera menangkap peluang, orang-orang yang lamban untuk bereaksi terhadap yang baru, orang-orang yang merasa nyaman dengan ‘teknologi’ yang baru saja mereka kuasai, hanya untuk menemukan bahwa teknologi itu sudah usang, persis ketika mereka berhasil sedikit menguasainya.
Sementara orang menyaksikan ‘lahirnya’ para digital native, warga pribumi digital, anak-anak yang sejak kecil sudah cekatan membolak-balik tablet dan akrab dengan berbagai tombol di gadget mereka, ada orang lain yang justru mengambil jarak terhadap perkembangan teknologi.
Pada era ini, masalahnya bukan mau atau tidak mau, ingin mengikuti tren atau tidak mengikuti tren, masalahnya perkembangan teknologi sudah menjadi ‘bahasa’, ‘ekosistem’ yang harus dipelajari secepat mungkin supaya orang dapat tetap hidup dan bergaul secara sosial, kultural dan profesional secara wajar.
Para sesepuh Google menulis dalam buku The New Digital Era, mengenai tabiat baru yang musti dimiliki oleh orang di zaman ini, yaitu: kemampuan untuk secara cepat menyesuaikan diri dengan perubahan yang mengubah cara kerja dan kebiasaan. Kecepatan itu terkadang tidak hanya menuntut perubahan kebiasaan tetapi juga perubahan cara pandangan secara fundamental, tidak hanya mengenai teknologi tetapi juga isu-isu yang lebih mendalam lagi seperti: spiritualitas, identitas, dan wilayah privat.
Kita menyaksikan sendiri perubahan yang sangat besar, mendalam dan masif secara diintroduksinya Internet bagi semua. Akses dan konektivitas terhadap informasi dan pengetahuan sungguh membuat perbedaan antara dekade ini dengan dekade lalu. Kecepatan (juga percepatan yang ditunjang Research and Development yang gencar) dalam kemajuan teknologi informasi yang membuat kapasitas data prosesor meningkat dua kali lipat dalam 18 bulan, sedangkan transmisi data yang bahkan menjadi dua kali lipat dalam 9 bulan, mengubah peta dunia yang sekarang ini kita tinggali.
Dalam gelaran World Economic Forum di Davos baru-baru ini, chairman Google Eric Schmidt menyentak pendengar dengan pernyataan berikut:
“Saya akan secara sederhana menjawab pertanyaan dengan mengatakan bahwa Internet akan 'hilang'...Yang akan tinggal hanya begitu banyak alamat IP...begitu banyak perangkat, sensor, benda-benda yang kalian pakai, yang berinteraksi dengan kalian bahkan tanpa kalian rasakan.. Internet akan menjadi bagian dari kehadiran kalian sepanjang waktu.”
Untuk dunia ketiga seperti Indonesia, mungkin kenyataan ini mungkin masih sangat terbatas dialami oleh segelintir orang. Bayangkan memasuki ruangan yang memiliki sensor gerak, panas, suara dan pikiran, yang memungkinkan orang mengontrol suhu ruangan, menyalakan TV dan memindah channel, mengakses email dan data secara 3-D dan hologram-ik tanpa banyak aktivitas fisik. Bayangkan ketika membuka kulkas dan bir habis, kulkas ‘pintar’ otomatis mengirimkan data pemesanan delivery ke supermarket online terdekat. Banyak hal lain yang mungkin menarik untuk diimajinasikan terjadi.
Lepas dari penilaian yang mungkin terlalu dini untuk mengatakan apakah ini perubahan ini akan membawa kebaikan atau keburukan bagi umat manusia, yang dapat kita pastikan adalah perubahan ini telah mengubah pola hubungan antarmanusia, tata kemasyarakatan, komunitas, relasi kultural primordial, geopolitik negara, pasar global dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita tidak punya pilihan lain selain mengamati dan menanggapi perubahan yang tengah terjadi ini secara serius dan total. Rasa-rasanya tidak sabar menunggu hal-hal baru apa yang akan muncul di tahun-tahun yang akan datang. Pastilah menarik!