1 November ini menandai dimulainya Bulan Penulisan Novel Tingkat Nasional, atau disingkat NaNoWriMo (National Novel Writing Month). Mereka yang bersedia menerima tantangan musti berhadapan dengan tugas berat: Mereka harus menulis sebuah novel -- prosa sebanyak 50.000 kata-- dalam kurun waktu 30 hari
Setidaknya diperkirakan ada 100 novel telah dipublikasikan dan terkait NaNoWriMo, termasuk "Water for Elephants," novel best seller Sara Gruen yang diterbitkan pada tahun 2006, dan "The Night Circus," novel karya Erin Morgenstern yang merupakan karya novel pertamanya di tahun 2011. Tetapi ada banyak peserta tentu saja yang gagal mencapai garis finish sepanjang bulan November ini.
Portal Boston.com meminta telah meminta beberapa novelis untuk membagikan tips mengenai bagaimana mereka menulis novel dalam NaNoWriMo untuk menyemangati penulis novel pemula agar dapat menulis dua kata terakhir: The End.
Lisa Borders, seorang pengarang dua novel dan instruktur kepenulisan di pusat penulisan kreatif Boston Grub Street dalam workshop The Novel Generator, menuntun para murid menyelesaikan draft pertama novel selama 9 bulan, jauh lebih panjang dari NaNoWriMo. Akan tetapi, Borders melihat NaNoWriMo sebagai kesempatan yang bisa membantu memberi motivasi untuk terjun dalam karya yag panjang, novel, yang mungkin juga merupakan pekerjaan yang menakutkan bagi penulis yang berpengalaman sekalipun.
"Saya sendiri belum pernah mengikuti NaNoWriMo karena saya tidak dapat membayangkan menyelesaikan satu draft novel dalam satu bulan; tetapi saya pikir kegiatan ini bisa menjadi alat motivasi yang berguna," kata Borders, menambahkan bahwa setiap bukunya sendiri membutuhkan waktu beberapa tahun untuk ia selesaikan. "Banyak mantan murid saya menggunakan kesempatan ini sebagai sarana untuk mencapai kemajuan yang besar."
Bahkan bagi penulis yang hebat sekalipun menumpahkan 50.000 kata bukan hal yang gampang. Menyamakan diri dan membayangkan bagaimana mencocokkan tulisan dengan hari-hari yang dilalui sangatlah penting. "Hari-hari saya tidak lengkap rasanya jika saya tidak menulis sesuatu," kata Gilmore Tamny, pengarang serial novel "My Days With Millicent." "Saya melakukannya dengan semacam mengeluarkan romansa dari penulisan dengan membuatnya sesuatu bagian hari yang sangat biasa."
Beberapa peserta NaNoWriMo mencoba menulis 1.667 kata per hari -- dengan asumsi membagi 50.000-kata higga tanggal 30 November, beberapa yang lain membuat kalkulasi yang rumit mengenai berapa kata yang harus mereka tulis setiap menit, sementara yang lainnya menjadwalkan hari libur, saat mereka dapat mengambil jarak dari laptop untuk menemukan inspirasi, entah dari sekitar di luar rumah, maupun orang-orang yang mereka jumpai.
Tetapi bagaimana dengan hambatan dalam menulis (writer's block), saat penulisan terasa macet total dan melumpuhkan para pengarang menyelesaikan karya, atau bahkan memotivasi dalam kisah seperti "Barton Fink"?
"Saya rasa akan sangat membantu jika melihat proyek ini seperti seseorang daripada sesuatu yang harus diselesaikan," kata Tamny. Membaca ulang beberapa bagian, mengecek pelafalan, membuat daftar mengenai detail-detail yang perlu dimasukkan, saya seperti membuat penelitian kecil. Penting juga untuk mengenali bahwa hambatan dalam penulisan tentu merupakan bagian dalam semua karya kesenian."
Beberapa penulis lain, sementara itu, terus menulis dan menutup segala kemungkinan untuk datangnya hambatan dalam menulis.
"Saya sendiri tidak pernah menjumpai writer's block," kata Deborah Nam-Krane, pengarang Boston yang menulis novel keempat "Let's Move On" yang baru saja terbit. "Saya memperoleh nasehat itu sejak saya berusia belasan tahun bahwa lebih baik menulis sesuatu meskipun saya tahu itu tidak sempurna, dan di kesempatan selanjutnya saya dapat menyempurnakannya daripada hanya memandangi secarik kertas atau layar komputer, menunggu inspirasi supaya kamu dapat menulis dengan sempurna.
"Saya mencoba ikut NaNoWriMo tahun lalu, tapi sepertinya tahun lalu bukan tahun yang pas buat saya." tambahnya "Saya pikir kegiatan itu adalah cara yang bagus bagi banyak novelis untuk memulai novel mereka, tetapi belajar dari mereka yang berhasil menyelesaikan NaNoWriMo, mereka mengatakan bahwa mereka melakukan banyak persiapan (membuat kerangka, sketsa karakter, papan inspirasi dan sebagainya) sehingga mereka dapat menyelesaikan novel dalam kurun satu bulan. Jika semua berjalan sesuai rencana, tentu bagus, jika tidak, Anda dapat berhenti menulis sambil berkata Anda sudah mencobanya."
Borders sendiri sepaham mengenai pentingnya perencanaan, terutama mengingat alur cerita bisa berantakan jika tidak diperhatikan dengan benar.
"Terkadang penulis mempunyai ide novel yang tercipta begitu saja dalam 50 halaman dan menguap setelah itu," kata Borders. "Dalam pengajaran penulisan novel, saya menemukan bahwa wacana ini seringkali terkait dengan keinginan dari karakter utama, yaitu saat si penulis tidak memiliki tujuan yang jelas apa maunya karakter utama. Keinginan itu akan menarik pembaca sepanjang 300 halaman atau lebih untuk melihat apakah si karakter berhasil, atau tak berhasil memperoleh yang diinginkannya.
V.V. Ganeshananthan, novelist dan penerima beasiswa Radcliffe, memiliki kolega yang telah menggunakan [NaNoWriMo] untuk memaksa mereka masuk dalam periode yang intensif pengerjaan dan dia berpikir dengan turut dalam kegiatan ini dapat meletakkan ide ke jalur cepat sebagai bagian dari proses yang lebih besar lagi.
"Tidak setiap hari saya dapat menulis ketika saya menyelesaikan buku saya yang pertama --saya harus meregangkan otot penulisan saya, lalu kembali meregangkannya kemudian. Taktik semacam ini pas dengan gaya NaNoWriMo—ini bisa jadi tempat peregangan yang panjang dan Anda mungkin menginginkan dapat menyelesaikan lebih cepat dengan draft yang padat, dan kemudian dapat mengambil jeda satu bulan untuk mengerjakan sesuatu yang lain, dan kemudian melihatnya kembali untuk melakukan revisi yang diperlukan. Dugaan saya bagi mereka yang mencoba ikut NaNoWriMo, adalah menyelesaikan draft awal, bukannya draft komplit. Deadline dan tekanan dari sesama penulis novel bisa membantu proses penyelesaian novel.
Borders setuju bahwa 50.000 kata hanyalah bagian dari gambaran yang lebih besar.
"Manakala Anda merasa siap menyerahkan buku kepada penerbit, masalahnya adalah merevisi, menerima masukan dari penulis lain atau konsultan atau editor, merevisi lagi dan mengulangi proses sampai Anda merasa bahwa semua elemen dari karya sudah berjalan sebagaimana mestinya dan buku cukup padat," kata Borders. "Kemudian tinggal memperindah, menghilangkan klise, memperbaiki bahasa di sana sini. Sebuah novel harus melewati proses draft berkali-kali. Saya sendiri harus membaca ulang draft saya setidaknya 7 kali, sebelum memperlihatkannya kepada agen saya."
Para agen dan editor tampaknya berada di sisi lain dari halaman kosong yang harus kita hadapi ketika bersusahpayah menulis, tetapi bahkan novel-novel yang disukai orang dimulai dari hambatan penulisan yang dasar: tempat untuk menulis, implementasinya, dan ide, serta disiplin untuk melihat menuangkan ide menjadi kenyataan.
(Diterjemahkan secara bebas dari Boston.com untuk Urban Indonesia)